Arsip | Uncategorized RSS feed for this section

ERROR ANALIYSIS ON CONDITIONAL SENTENCE

29 Mei

Type 1

  1. If a customer … chocolate ice cream from the restaurant, he or she will get extra toppings.
    • orders
    • order
  2. The hotel front desk clerk … you special price room rates if you don’t ask.
    • wouldn’t offer
    • won’t offer
  3. If you call Tessa, I … others.
    • will call
    • would call
  4. If I tell the truth, … hurt?
    • will he gets
    • will he get
  5. Unless it snows, the pavements … slippery.
    • will not
    • will not be
  6. If he … the book, I will borrow it in my university library.
    • hasn’t
    • doesn’t have
  7. The manager … your current income if you can stay focused when working from home.
    • will double
    • doubles
  8. You will make your parents sad if you … responsible for your life.
    • don’t
    • aren’t
  9. If you come to her house, she … something delicious for you.
    • will be cooked
    • will cook

Type 2

  1. If I … his mind, I wouldn’t let him touch my PC.
    • could read
    • would read
  2. If I … him, I would quit my job and start a business.
    • was
    • were
  3. If he were here, I … him not to enter the room without permission.
    • would advise
    • would advice
  4. It … appreciated if you returned the form as soon as possible.
    • would be greatly
    • would greatly
  5. … I rich, I would send my son to study overseas.
    • Were if
    • Were
  6. If he studied harder, he … the best score in his class.
    • would got
    • would get
  7. Your parents wouldn’t be angry if you … to them.
    • didn’t lie
    • don’t lie
  8. Unless Reny got enough sleep, she … productive.
    • wouldn’t
    • wouldn’t be

Type 3

  1. If you … an umbrella, you wouldn’t have got wet.
    • had took
    • had taken
  2. If you … about personal financial planning, you could’ve spent your money wisely.
    • had known
    • had knew
  3. She … your calls if you had reply her text message fast.
    • wouldn’t have been ignored
    • wouldn’t have ignored
  4. Had you treated your maid better, she …
    • wouldn’t have ran away
    • wouldn’t have run away
  5. If he had come to ask forgiveness, … his apologies?
    • would you have accept
    • would you have accepted
  6. If our friend hadn’t forgotten to renew his visa, he …
    • wouldn’t have been deported
    • wouldn’t have deported
  7. If the student … the instructions carefully, he wouldn’t have broken an dessicator.
    • have listened and followed
    • had listened and followed
  8. If the driver …, he wouldn’t have crashed concrete road separators.
    • hadn’t got enough sleep
    • had got enough sleep

Jawaban:

  1.  orders | a customer = singular subject, gunakan “orders”
  2. won’t offer | gunakan won’t (will not) pada conditional sentence type 1, bukan wouldn’t (would not)
  3. will call | gunakan will pada conditional sentence type 1, bukan would
  4. will he get | verb setelah modal auxiliary verb (will) berbentuk dasar (bare infinitive) tanpa penambahan -s/-es
  5. will not be | Karena slippery = adjective, maka perlu digunakan verb to be. Verb to be yang dapat berada diantara modal dan adjective adalah “be”.
  6. doesn’t have | Verb “have” membutuhkan dummy auxiliary verb “do/does/did” untuk membentuk negative sentence.
  7. will double | Conditional sentence type 1 menggunakan modal verb, bukan hanya verb.
  8. aren’t | Karena responsible = adjective, maka perlu digunakan verb to be. Verb to be yang cocok dengan subject “you” adalah “are”.
  9. will cook | Kalimat menggunakan active voice.
  10. could read
  11. were
  12. would advise
  13. would be greatly
  14. Were
  15. would get
  16. didn’t lie
  17. wouldn’t be
  18. had taken
  19. had known
  20. wouldn’t have ignored
  21. wouldn’t have run away
  22. would you have accepted
  23. wouldn’t have been deported
  24. had listened and followed
  25. had got enough sleep

 

http://www.wordsmile.com/soal-conditional-sentence-type-1-pilihan-ganda-jawabannya

http://www.wordsmile.com/soal-conditional-sentence-type-2-pilihan-ganda-jawabannya

http://www.wordsmile.com/soal-conditional-sentence-type-3-pilihan-ganda-jawabannya

 

artikel simple past & present perfect

26 Apr

This Year, Rupiah Is Predicted Will Be Number 1 In Asia

Some analysts of the most accurate version of Bloomberg predicted that Rupiah will rise from the worst position to be the number one among other Asian currencies this year.

According to Lloyds Banking Group Plc, the rupiah will strengthen by 6.8 percent in 2014 to a level of 11,400 per U.S. dollar. Meanwhile, Societe Generale SA will see the rupiah was at 10,250 at the end of next year. In comparison, the median of 23 analysts surveyed by Bloomberg predict the rupiah will be at the level of 12,200 per U.S. dollar.

Among the 10 countries of Asia, only China can beat Indonesian growth.

There are several factors that will allegedly keep the Rupiah. One of them, a steady growth of the Indonesian economy and the reduce of trade deficit. Two factors are again the main attraction for foreign funds to re-invest in Indonesia.

“We predict the current value of the rupiah is below as it should be (undervalued) considered the dynamic growth in Indonesia,” said Jeavon Lolay, Global Research Director of Lloyds .

He added that the Indonesian economy will move in line with the positive growth in the global economy, which in turn will help to restore the level of exports in the next second quarter.

As a record, Indonesia’s currency has gained 0.7 percent this month to 12,085 per U.S. dollar. This is the best reinforcement among 11 Asian most frequently currencies traded.

 

Tenses

  • Simple past tense : di underline

I/You/We/They/He/She/It + V II

  • Present perfect tense: di bold

He/She/It + has + V III

 

http://www.caramudahbelajarbahasainggris.net/2014/01/3-contoh-artikel-bahasa-inggris-tentang-ekonomi-dan-bisnis-di-indonesia.html

 

 

 

review KONSEP TEORI DAN TINJAUAN KASUS ETIKA BISNIS PT DIRGANTARA INDONESIA (1960-2007).

24 Des

JUDUL           : KONSEP TEORI DAN TINJAUAN KASUS ETIKA BISNIS PT DIRGANTARA INDONESIA (1960-2007).

PENULIS       : MAHENDRA ADHI NUGROHO

JURNAL        : Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012.

PT Dirgantara Indonesia (PT DI) merupakan perusahaan yang bergerak di industry pesawat terbang dan sahamnya dimiliki Negara. Tujuan awal pembentukan PT DI yang dulu bernama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT IPTN) adalah untuk mengembangkan industry penerbangan di Indonesia dan mencukupi pasar penerbangan. Sejak pertama kali didirikan PT DI telah mengalami berbagai tantangan dan beberapa kali mengalami perubahan nama.

Dalam penelitian ini meninjau perjalanan kasus yang dihadapi PT DI dalam rentang tahun 1960-2007, dimana PT DI mengalami berbagai permasalahan yang terkait dengan isu-isu etika bisnis. Tujuan dalam penelitian ini sendiri adalah untuk mengungkapkan isu etika dan fenomena penanggulangan terjadinya suatu masalah dalam suatu organisasi bisnis.

 

Simpulan :

Konsep teori etika merupakan suatu konsep ideal yang dapat diterapkan sebagai suatu organisasi bisnis. Penerapan konsep tersebut dalam organisasi bisnis sering mengalami hambatan dan tantangan. Hal ini dimana suatu organisasi bisnis yang sedang mengalami dilemma etis dalam mengambil keputusan harus mengambil keputusan dengan bijak. Di sini, moral motive individu memegang peran penting dalam pengambilan keputusan. Moral motive yang dimiliki individu dapat menjadi motor dalamo rganisasi untuk mengambil keputusan etis. Kumpulan individu yang mempunyai moral motive dalam organisasi dapat mewarnai keputusan organisasi menjadi lebih etis.

 

SUMBER       : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Mahendra%20Adhi%20Nugroho,%20SE,%20M.Sc/798-2720-1-PB.pdf

 

 

review jurnal 2 : Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi dalam Lingkup Kejahatan Bisnis

13 Des

Judul : Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi dalam Lingkup Kejahatan Bisnis
Nama Peneliti : Elfina Lebrine S.
Tempat Penelitian : Surabaya
Tahun Penelitian : 2010
Variabel Penelitian : Etika Bisnis dan Kejahatan Korporasi

Perkembangan korporasi pada permulaan jaman modern dipengaruhi oleh bisnis perdagangan yang sifatnya makin kompleks. Pertumbuhan korporasi di tanah air semakin meningkat dalam berbagai usaha. Berbagai produk dan jasa dihasilkan dalam jumlah besar, begitu pula ribuan dan bahkan jutaan orang terlibat dalam kegiatan korporasi. Dengan memasarkan produknya, maka korporasi sekaligus mempengaruhi dan ikut menentukan pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, sebab dalam kenyataannya bukan produsen yang harus menyesuaikan permintaan konsumen, akan tetapi justru sebaliknya konsumen yang akan menyesuaikan kebutuhannya dengan produk – produk yang dihasilkan oleh korporasi. Perkembangan yang pesat dari korporasi ini terutama dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan masyarakat itu sendiri, yakni perkembangan masyarakat agraris ke masyarakat industri dan perdagangan (internasional) pada dasawarsa terakhir ini.

Pertumbuhan korporasi di tanah air semakin meningkat dalam berbagai usaha. Berbagai produk dan jasa dihasilkan dalam jumlah besar, begitu pula ribuan dan bahkan jutaan orang terlibat dalam kegiatan korporasi. Dengan memasarkan produknya, maka korporasi sekaligus mempengaruhi dan ikut menentukan pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, sebab dalam kenyataannya bukan produsen yang harus menyesuaikan permintaan konsumen, akan tetapi justru sebaliknya konsumen yang akan menyesuaikan kebutuhannya dengan produk-produk yang dihasilkan oleh korporasi.

Indonesia saat ini dilanda kriminalitas kontemporer yang mengancam lingkungan hidup, sumber energi dan pola-pola kejahatan di bidang ekonomi seperti kejahatan Bank, kejahatan komputer, penipuan terhadap konsumen berupa barang-barang produksi kualitas rendah yang dikemas indah dan dijajakan lewat iklan besar-besaran dan berbagai pola kejahatan korporasi lainnya. Modus operandi yang digunakan untuk melakukan kejahatan tersebut dahulu tidak dikenal dan tidak pernah dipikirkan oleh para pelaku kejahatan, namun saat ini menjadi suatu “trend” modus kejahatan.

Kesimpulan:

Salah satu penyebab terpuruknya ekonomi Indonesia dalam menjalankan bisnisnya tidak mengabdi pada kepentingan nasional, tetapi justru menjarah harta rakyat bahkan dibawa keluar negeri. Hal ini karena sejak awal para konglomerat dalam menjalankan usahanya tidak melandaskan kegiatan ekonomi dan bisnisnya dengan etika. Menurut Liek Wilardo (1996) Etika Bisnis adalah tela’ah tentang pertimbangan untuk menyetujui sikap dan tindakan manusia berdasarkan benar-salah atau baik-buruknya sikap dan atau tindakan itu. Dari hasil penelitian ini peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa Sektor korporasi yang mampu berperan positif bagi pembangunan nasional adalah sektor korporasi yang merupakan aset nasional dan bukan korporasi yang hanya menjadi beban dan parasit masyarakat. Kelompok sektor korporasi ini adalah kelompok yang patuh etika bisnis, misalnya patuh pada tata kelola korporasi yang baik, taat pada aturan main persaingan bisnis yang sehat, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, peran positif terhadap pembangunan nasional ini menunjuk pada korporasi yang mampu mempraktekkan prinsip etika bisnis dan juga prinsip good corporate governance dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

Perusahaan yang ingin mencatat sukses dalam bisnis membutuhkan 3 (tiga) hal pokok, yakni: produk yang baik dan bermutu, manajemen yang mulus dan etika. Kemudian pembaharuan hukum dapat menciptakan insentif atau dorongan bagi publik untuk ikut memperhatikan perilaku korporasi. Lalu bagi para pelaku White Collar Crime, penghukuman atau penuntutan secara pidana dan penahanan dapat menimbulkan suatu celaan atau kutukan sosial. Berbagai undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang diperlukan dalam rangka melakukan kegiatan bisnis di Indonesia, saat ini hanya mengatur mengenai aspek hubungan perdata antara pihak yang melakukan transaksi di sektor bisnis yang diatur dengan undang-undang dan tidak memuat ketentuan-ketentuan pidana di dalamnya. Ada kecenderungan pemidanaan terhadap korporasi lebih banyak menggunakan asas “Subsidiaritas”, yakni hukum pidana ditempatkan pada posisi sebagai “Ultimum Remedium”. Namun sebagai upaya Deterrence Effect, untuk pemidanaan terhadap korporasi, dimungkinkan mendudukkan hukum pidana sebagai “Primum Remedium”, karena kejahatan korporasi dapat merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi dan membahayakan kelangsungan hidup suatu bangsa.

SUMBER : http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/viewFile/17989/17900

Tugas etika bisnis 1

19 Nov

Nama : Ghitha Ramdhani Putri

Npm   : 13212139

Kelas : 4EA14

 

 

JUDUL                                                 : PENGARUH PENERAPAN ETIKA BISNIS TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN WARUNG BEBEK H.     SLAMET DI KOTA MALANG

NAMA PENELITIAN                       : FAUZAN, IDA NURYANA

TAHUN                                              : 2014

TEMPAT PENELITIAN                   : WARUNG BEBEK H. SLAMET DI KOTA MALANG

VARIABEL YANG DITELITI        : KEADILAN, KEJUJURAN, KEPERCAYAAN

 

HASIL PENELITIAN

Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangakan persaingan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya. Dalam rangka memenangkan persaingan bisnis, mempertahankan pasar yang dimiliki, dan merebut pasar yang sudah ada, maka perusahaan dituntut untuk mempunyai kemampuan mengadaptasi strategi usahanya dan lingkungan yang terus-menerus berubah. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut perusahaan untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen serta berusaha memenuhi harapan konsumen dengan cara memberikan pelayanan yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan oleh pesaing.

Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Perbandingan antara harapan dan kinerja tersebut akan menghasilkan perasaan senang atau kecewa di benak pelanggan. Apabila kinerja sesuai bahkan melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa senang atau puas. Sebaliknya apabila kinerja berada di bawah harapan, maka pelanggan akan merasa kecewa atau tidak puas. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama dari aktivitas bisnis, tidak terkecuali Warung Bebek H. Slamet yang ada di Kota Malang. Kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan tidak bisa dilepaskan dari diterapkannya etika berbisnis dalam sebuah aktivitas bisnis.

Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Etika adalah ilmu yang berkenan tentang yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral, karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan, dan di bidang usaha. Bisnis adalah suatu aktivitas yang mengarahkan pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi/pelaku bisnis akan melakukan bisnis dalam bentuk:

  1. Memproduksi dan atau mendistribusikan barang/jasa.
  2. Mencari profit.
  3. Mencoba memuaskan konsumen.

Bisnis harus berlaku etis demi kepentingan bisnis itu sendiri. Jika di dalam kegiatan bisnis secara umum harus menerapkan dan mempertimbangkan nilai-nilai etis/moralitas di dalamnya, maka dalam kegiatan bisnis yang lebih khusus/kecil juga demikian. Adapun prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu:

  1. Prinsip Keadilan

Dalam prinsip keadilan mencakup pada keseimbangan dan tanggung jawab. Keadilan kepada pelanggan maupun kepada karyawan merupakan salah satu factor pembentuk dari kepuasan pelanggan. Pada penelitian ini, keadilan sebagai dimensi dari Etika Bisnis berpengaruh secara negative dan tidak signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini berarti, pernyataan-pernyataan keadilan dalam etika bisnis berpengaruh secara berlawanan terhadap kepuasan pelanggan. Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil, serta dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis perlu di perlakukan sesuai dengan haknya masing-masing dan agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

2. Prinsip Kejujuran

 

Selain keadilan, dimensi dari etika bisnis adalah kejujuran. Kejujuran menjadi aspek penting dalam menjalankan bisnis. Namun dalam penelitian ini, dimensi kejujuran berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.

(1) Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran ini sangat penting artinya bagi masing- masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya. Karena seandainya salah satu pihak berlaku curang dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian tersebut, selanjutnya tidak mungkin lagi pihak yang dicurangi itu mau menjalin relasi bisnis dengan pihak yang curang tadi.

(2) Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Dalam pasar yang terbuka dengan barang dan jasa yang beragam dan berlimpah ditawarkan kedalam pasar, dengan mudah konsumen berpaling dari satu produk ke produk yang lain. Maka cara-cara bombastis, tipu menipu, bukan lagi cara bisnis yang baik dan berhasil. Kejujuran adalah prinsip yang justru sangat penting dan relevan untuk kegiatan bisnis yang baik dan tahan lama.

(3) Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Kejujuran dalam perusahaan adalah inti dan kekuatan perusahaan itu. Perusahaan itu akan hancur kalau suasana kerja penuh dengan akal-akalan dan tipu-menipu. Kalau karyawan diperlakukan secara baik dan manusiawi, diperlakukan sebagai manusia yang punya hak-hak tertentu, kalau sudah terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya, ini pada gilirannya akan terungkap keluar dalam relasi dengan perusahaan lain atau relasi dengan konsumen. Selama kejujuran tidak terbina dalam perusahaan, relasi keluar pun sulit dijalin atas dasar kejujuran.

3. Prinsip Kepercayaan

Kepercayaan merupakan dimensi etika bisnis yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Bisnis kuliner pada umumnya memang harus membarikan kepercayaan kepada konsumen, sehingga dengan adanya kepercayaan tersebut menimbulkan kepuasan bagi seorang pelanggan. Sekali saja sebuah bisnis kuliner tidak dipercaya oleh pelanggan maka, pelanggan akan berpindah kepada yang lain. Faktor kepercayaan menjadi sangat penting dalam iklim bisnis saat ini. Yang memperburuk keadaan, korporat besar dan usaha kecil melanjutkan teknik lama, mencoba memenangkan klien baru. Namun, mereka harus mencoba untuk menghadapi masalah dengan menggunakan hati dengan memelihara teknik membangun kepercayan yang paling efektif terdengar konsumen dan prospek baru. Klien dan prospek mencari kepercayaan dalam hubungan bisnis mereka, tapi membangun kepercyaan dan kredibilitas tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Untuk memperkuat kepercayaan, dibutuhkan resiko untuk terbuka dengan klien dan prospek. Ini memungkinkan mereka untuk menerima bisnis sebagai aktivitas yang utuh dengan kelebihan dan kekurangan yang ada saat mengembangkan hubungan. Ketika kepercayaan berimbal-balik, akan ditemukan bahwa keyakinan pelanggan dengan pihak usaha dihargai dengan dukungan dan dorongan mereka atas apa yang telah dilakukan untuk kelangsungan bisnis.

Sumber:

http://www.academia.edu/13848606/PENGARUH_PENERAPAN_ETIKA_BISNIS_TERHADAP_KEPUASAN_PELANGGAN_WARUNG_BEBEK_H._SLAMET_DI_KOTA_MALANG

 

 

 

 

Bahasa Indonesia

26 Jun

 LANGKAH-LANGKAH DAN URUTAN PEMBUATAN KARYA ILMIAH

BAB 1

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Penulisan
    Diuraikan tentang garis besar yang akan diselidiki/diamati, mengapa diselidiki, bagaimana menyalidikinya dan untuk apa diselidiki atau diteliti.
  2. Rumusan dan Batasan Masalah

Atas dasar latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, pada bagian ini             mahasiswa/peneliti mulai mengidentifikasi, membatasi dan selanjutnya merumuskan masalah ada, mahasiswa/peneliti dapat menterjemahkan rumusan masalah tersebut dalam bentuk kalimat pertanyaan penulisan.

3. Tujuan Penulisan

Bagian berisi tujuan penulisan yang hendak dicapai, dan hal ini seharusnya mengacu kepada rumusan dan pertanyaan penulisan yang telah dibuat sebelumnya.

4. Manfaat Penulisan

Sedikit berbeda dengan tujuan penulisan, sub bab manfaat penulisan berisikan manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan yang akan dilakukan mahasiswa/peneliti tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. PENGERTIAN KARYA ILMIAH

Pengertian karya ilmiah menurut  Eko Susilo, M. 1995:11 suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penulisan dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.

  1. Langkah – langkah menyusun karya ilmiah:

Berikut langkah-langkah dalam penyusunan karya ilmiah:

  1. Memilih Topik dan Tema

Pengertianya topik dan tema sering dikacaukan. Wahab (1994:4) menyebutkan bahwa yang dimaksud topik adalah bidang medan atau lapangan masalah yang akan digarap dalam karya tulis atau penulisan. Sementara itu, tema diartikan sebagai pernyataan sentral atau pernyataan inti tentang topik yang akan ditulis. Topik yang memang masih terlalu luas harus dibatasi menjadi sebuah tema.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah berikut ini.

(1) Isu-isu yang masih hangat.

(2) Peristiwa-peristiwa nasional atau internasional.

(3) Sesuatu (benda, karya, orang, dan lain-lain) yang dikaitkan dengan permasalahan politik, pendidikan, agama, dan lain-lain.

(4) Pengalaman-pengalaman pribadi yang berbobot. Dalam pertimbangan ini bila akan menulis karya ilmiah bidang pendidikan maka yang menjadi pertimbangan adalah topic tentang pendidikan.

Cara yang mudah untuk mencari topik adalah dengan membaca secara cepat berbagai sumber informasi, khususnya tentang pendidikan. Hal ini bertujuan antara lain:

(a) menetapkan topik yang akan dikembangkan,

(b) mencari kemungkinan terdapatnya sumber sebanyak mungkin, dan

(c) mencari verifikasi yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan penulisan atau penulisan.

Selanjutnya penulis perlu membatasi topik. Karena itu, penulis hendaknya:

(a) memilih salah satu aspek khusus dari topik yang menjadi pilihannya,

(b) membatasi waktu dan ruang dari aspek yang telah dipilihnya, dan

(c) memilih peristiwa khusus dari pembatasan tersebut.

Selain itu, Wahab (1994:1-2) menyebutkan tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan topik.

Pertama, penulis dapat memilih topik yang telah menjadi minatnya.

Kedua, penulis dapat memilih topik yang diperkirakan dapat mengembangkan minatnya.

Ketiga, topik tersebut mengundang rasa ingin tahu penulis.

Selain ketiga hal itu, latar belakang pengetahuan penulis terhadap topik yang dipilihnya juga sangat berperan.

Dalam pemilihan suatu topik, penulis harus memperhatikan tiga kriteria berikut ini.

(1) Penulis harus mampu menangani topik yang menjadi pilihannya.

(2) Penulis mempunyai keinginan yang cukup besar untuk mengerjakan.

(3) Penulis mempunyai sarana, prasarana, dan waktu yang cukup untuk mengembangkan topik pilihanya.

Setiap topik atau masalah yang dibahas dalam penulisan harus layak. Dalam hal ini, kelayakan suatu masalah penulisan berkaitan dengan banyak faktor. Faktor itu antara lain sebagai berikut.

(a) Kemanfaatan hasil, sejauh mana penulisan terhadap masalah tersebut akan memberikan sumbangan kepada khasanah teori ilmu pengetahuan atau kepada pemecahan masalah-masalah praktis.

(b) Kriteria pengetahuan yang dipermasalahkan, yaitu mempunyai khasanah keilmuan yang dapat dipakai untuk pengajuan hipotesis dan mempunyai kemungkinan mendapatkan sejumlah fakta empiric yang diperlukan guna pengujian hipotesis.

(c) Persyaratan dari segi peneliti, sejauh mana kemampuan peneliti untuk melakukan penulisan. Hal ini setidaknya menyangkut lima faktor, yaitu: biaya, waktu, alat dan bahan, bekal kemampuan teoritis peneliti, dan penguasaan peneliti terhadap metode penulisan yg akan digunakan.

  1. Mengumpulkan Bahan

Setelah memilih topik dan menentukan tema penulisan, penulis mulai mengumpulkan bahan. Bahan bisa didapatkan dari berbagai media cetak maupun elektronika. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan terutama yang relevan dengan topik dan tema yang akan ditulis. Pemilihan bahan yang relevan ini bisa dengan cara membaca atau mempelajari bahan secara sepintas serta menilai kualitas isi bahan. Bahan yang sudah terkumpul tersebut bisa dimanfaatkan untuk memperkaya pengetahuan penulis dan sebagai landasan teoretis dari karya tulis tersebut.

  1. Merencanakan Kerangka Penulisan

Setelah memilih topik dan menentukan tema penulisan, serta mengumpulkan bahan yang relevan, penulis mulai merencanakan susunan kerangka penulisan. Wahab (1994:29) menyebutkan tiga alasan penulis perlu menyusun kerangka penulisan. Tiga alasan tersebut adalah:

(1) penyusunan kerangka dapat membantu penulis mengorganisasikan ide-idenya,

(2) penyusunan kerangka mempercepat proses penulisan, dan

(3) penyusunan kerangka dapat meningkatkan kualitas bahasa.

  1. Penulisan Karya Ilmiah

Setelah kerangka penulisan karya ilmiah tersusun, langkah selanjutnya yang dilakukan penulis adalah mengembangkan kerangka penulisan karya ilmiah tersebut menjadi paragraf-paragraf pengembangan. Pengembangan sebuah paragraf harus memperhatikan hal-hal berikut ini.

(1) Pilihan kata dalam setiap kalimat dalam paragraf.

(2) Kalimat-kalimat dalam paragraf harus saling mendukung (tidak ada kalimat sumbang, yakni yang tidak mendukung ide pokok dalam paragraf).

(3) Setiap paragraf mengandung satu ide pokok yang dikembangkan dengan beberapa ide penjelas.

(4) Bahasa yang digunakan mengikuti kaidah yang berlaku.

(5) Ejaan dan tanda baca harus diperhatikan.

(6) Ada keterpaduan antara paragraf satu dengan paragraf berikutnya.

  1. Penyuntingan, Revisi, dan Draf Final

Setelah kerangka dikembangkan menjadi beberapa paragraf dengan memperhatikan beberapa hal dalam pengembangannya, kegiatan berikutnya adalah penyuntingan. Penyuntingan ini dapat dilakukan oleh penulis itu sendiri, dapat juga dengan bantuan orang lain.

Proses penyuntingan ini meliputi beberapa unsur, yaitu:

(a) teknis penulisan (sistematika, ejaan, dan tanda baca),

(b) kalimat,

(c) paragraf,

(d) bahasa, dan

(e) isi.

Setelah melalui proses penyuntingan ini, penulis mulai merevisi karya tulisnya. Pada akhirnya, draf final karya tulis ilmiah tersebut dapat disusun dan dipublikasikan.

Kerangka Penyusunan Karya ilmiah

Kerangka karya ilmiah terdiri dari:

  1. Judul
    2. Lembar Pengesahan
    3. Abstrak/Ringkasan
    4. Kata Pengantar
    5. Daftar Isi
    6. Daftar Tabel
    7. Daftar Gambar
    8. Daftar Lampiran
    9. Daftar Istilah dan atau Daftar Singkatan [kalau ada]
  2. BAB I Pendahuluan (latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,)
    11. BAB II Tinjauan Pustaka
    12. BAB III Pembahasan adalah jawaban atas perumusan masalah yang ditinjau berdasarkan tinjauan pustaka dan latar belakang belakang penelitian.
    13. BAB IV Penutup adalah Kesimpulan dan Saran.
    14. Daftar Pustaka
    15. Lampiran.

 

BAB III

PENUTUP

Disemua uraian penutup yang dimuat dalam makalah ini, terdapat beberapa hal yang harus dicermati. Pertama , sebuah karya ilmiah sebagai mana dalam makalah ini adalah suatu pemikiran yang utuh. Karya tersebut merupakan sebuah gagasan lengkap, yang mungkin sangat rumit atau sederhana saja. Dalam menulis karya ilmiah, seorang penulis diharapkan mampu untuk mengkomunikasikan temuan atau gagasan ilmiahnya secara lengkap dan gambling agar mudah dipahami. Kedua, menulis karya ilmiah berbeda dengan karya imajinatif. Persiapan yang seksama dan pemikiran yang matang dan runtut perlu diperhatikan. Ketiga, dalam menyampaikan pemikirannya, penulis tidak mungkin mengabaikan perkembangan yang terjadi di sekitarnya, khususnya yang terjadi dalam bidang keilmuannya sendiri. Keempat, sarana utama dalam menyusun dan menyampaikan pemikiran adalah bahasa,. Bahasa sebuah sistem komunikasi memiliki aturan- aturan sendiri sekalipun sistem itu terus berkembang. Terakhir adalah masalah tanggung jawab, sekalipun kata ini tidak banyak muncul dalam buku ini, tulisan-tulisan yang ada mengajak pembaca untuk menyadari bahwa seorang penulis mempunyai berbagai tanggung jawab.

Dalam menulis kerangka tulisan ilmiah yang perlu diperhatikan adalah bagian-bagian dalam tulisan ilmiah, terutama dalam jurnal ilmiah antara lain, judul tulisan, nama dan alamat penulis, abstrak, pengantar, permasalahan penulisan, bahan dan cara penulisan, hasil, pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih, dan daftar putaka.

Tugas Bahasa Indonesia

24 Apr

Oliver Sheldon

Lahir 1894
Wafat 1951

Pekerjaan CEO Rowntree Perusahaan
Ph.D., Johnson Graduate School of Management, Cornell University, Manajemen dan Organisasi
B.S., University of Washington, Psikologi
keahlian: Kelompok dan Tim, Konflik dan Negosiasi; Manajerial Penghakiman Pengambilan Keputusan
mengajar: Negosiasi, Perilaku Organisasi.
Oliver Sheldon (1894-1951) adalah seorang direktur Rowntree Perusahaan di York , di Inggris , pada tahun 1920 .

Ia terlibat dalam restrukturisasi manajemen dan organisasi perusahaan permen berkembang pada tahap di mana pertumbuhannya dimaksud dengan kebutuhan itu untuk menjauh dari pribadi , manajemen berpusat pada keluarga pendirinya , Joseph Rowntree , menuju budaya yang lebih profesional . Di bawah pimpinan putra Yusuf , Seebohm , perusahaan mengadopsi proposal Sheldon untuk gaya yang lebih fungsional organisasi , tetapi ia marah ini dengan keyakinan , bersama oleh manajer senior perusahaan Rowntree itu , industri yang ada selama lebih dari keuntungan pemegang saham . Sheldon menyatakan bahwa manajemen yang baik adalah sekitar lebih dari teknik – itu harus peduli dengan pemahaman manusia . ” Kepemimpinan pria panggilan untuk kesabaran , keberanian , dan , di atas semua , simpati . ” Pelayanan kepada masyarakat merupakan motif utama dan dasar dasar industri .

Akibatnya , Sheldon menganjurkan gaya hubungan manusia manajemen yang menempatkan individu dalam konteks manusia yang melibatkan berbagai kebutuhan emosional dan psikologis . Dalam hal ini , ia tidak setuju dengan fundamental sezaman seperti Taylor , yang melihat kebutuhan ekonomi sebagai motivator utama pekerja . Mengantisipasi penulis kemudian seperti Mayo dan Herzberg oleh beberapa tahun , Sheldon berpendapat bahwa, sementara kebutuhan ekonomi dasar harus dipenuhi , kebutuhan pribadi dan masyarakat luas yang sama pentingnya . Industri adalah kunci untuk membentuk masyarakat dan para pemimpin dan manajer industri akibatnya harus bekerja untuk pertimbangan etis yang lebih besar dari keuangan murni . Sementara menekankan perlunya efisiensi , ia melihat layanan dan demokrasi sebagai pelengkap ini – mencerminkan lama didirikan praktek Rowntree , diperkenalkan oleh Joseph dan diperpanjang oleh Seebohm Rowntree dan Oliver Sheldon , seperti memastikan pekerja mereka membayar ” upah layak ” , telah layak kondisi kerja dan dikonsultasikan dan terlibat dalam pengambilan keputusan di tempat kerja . Kedua perusahaan dan direksi masing-masing yang terlibat dalam berbagai pekerjaan masyarakat , sering termotivasi oleh keyakinan agama mereka Quaker dan / atau politik Liberal mereka. Pada tahun 1904 , Joseph Rowntree menyerahkan separuh kekayaan pribadinya dan hampir dua – pertiga dari saham di perusahaan untuk tiga Trust untuk mengejar berbagai amal , sosial dan politik kerja . Ketiganya terus hari ini dalam bentuk Joseph Rowntree Charitable Trust, Joseph Rowntree Foundation ( yang meliputi Joseph Rowntree Perumahan Trust) dan Joseph Rowntree Reformasi Trust. Semua masih berbasis di York.

Meskipun dengan berlalunya waktu , perusahaan Rowntree adalah untuk mengubah dan mengembangkan cara-cara baru ( terutama dengan merek-merek baru dan pemasaran dari tahun 1930-an pada ) , dan pada tahun 1988 dibeli oleh Nestlé , itu mempertahankan tradisi manajemen yang baik di seluruh , dalam menjaga dengan filosofi pendiri dan orang-orang di sekelilingnya . Sheldon dieksplorasi ini dalam bukunya tahun 1924, ” The Philosophy of Management ” , yang menunjukkan kekhawatiran kembarnya untuk bisnis yang sehat dan praktek etis ketika ia menyatakan : ” Biaya membangun Kerajaan Surga tidak akan ditemukan dalam rekening laba rugi dari industri , tetapi dalam catatan pelayanan teliti setiap manusia . ”

Teori Yang Terkenal

Oliver Sheldon (1894 -1951)

Filsafat rnanajemen yang pertama kali ditulis dalam bukunya pada tahun 1923, yang menekankan tentang adanya tanggung jawab sosial dalam dunia , usaha, sehingga etika sarna pentingnya dengan ekonomi alam manajemen, dalam arti melakukan pelayanan barang dan jasa yang tepat dengan harga yang wajar kepada masyarakat. Manajemen juga harus memperlakukan pekerja dengan adil dan jujur. Beliau menggabungkan nilai-nilai efisiensi manajemen ilmiah dengan etika pelayanan kepada masyarakat. Ada 3 prinsip dari Oliver, yaitu :

  1. Kebijakan, keadaan dan metoda industri haruslah sejalan dengan kesejahteraan masyarakat.
  2. Manajemen seharusnyalah mampu menafsirkan sangsi moral tertinggi masyarakat sebagai keseluruhan yang memberi makna praktis terhadap gagasan keadilan sosial yang diterima tanpa prasangka oleh masyarakat.
  3. Manajemen dapat mengambil prakarsa guna meningkatkan standar etika yang umum dan konsep keadilan social.

Tugas Bahasa Indonesia – Kata Pengantar

16 Apr

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis, dengan segala ketulusan hati, mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang dalam kedaulatannya telah memberi kesempatan yang kesekian kalinya kepada penulis untuk terus berkarya. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah kami dilain waktu. Saya berharap semoga makalah ini dapat diterima oleh pembaca dan memberikan wawasan lebih bagi para pembacanya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Depok, 16 April 2015

     Penulis

 

Jurnal PI

3 Apr

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar Belakang

Tingkat persaingan dunia usaha di Indonesia sangat ketat karena setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat meningkatkan pangsa pasar dan meraih konsumen baru. Perusahaan harus dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar usahanya dapat bertahan dan memenangi persaingan sehingga tujuan dari perusahaan tersebut dapat tercapai. Pada dasarnya semakin banyak pesaing maka semakin banyak pula pilihan bagi pelanggan untuk dapat memilih produk yang sesuai dengan harapannya. Sehingga konsekuensi dari perubahan tersebut adalah pelanggan menjadi lebih cermat dan pintar menghadapi setiap produk yang di luncurkan.

Oleh karena itu setiap perusahaan harus bisa memahami keinginan dari para pelanggan dalam proses pengambilan keputusan. Elemen-elemen penting yang terkandung dalam perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan menggunakan barang-barang dan jasa-jasa ekonomis pengambilan keputusan berkaitan dengan apa saja yang menjadi bahan pertimbangan orang dalam keputusan pembelian dan siapa yang memegang pengaruh dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen adalah faktor budaya, sosial pribadi dan faktor psikologis.

Setiap perusahaan di tuntut untuk memahami perilaku konsumen dan mencermati perubahannya, terutama perilaku konsumen dalam keputusan pembelian suatu produk bagi PT Unilever keputusan membeli dipandang tepat jika keputusannya tersebut dapat memberikan kepuasan sesuai persepsi atau penilaian individu dalam mendapatkan keuntungan. Salah satunya adalah produk pasta gigi bermerk Pepsodent.

Pepsodent adalah merek pasta gigi yang paling terkenal dan tertua di Indonesia sejak awal keberadaannya selalu memberikan lebih dari sekedar kemanjuran dasar. Pepsodent merupakan pasta gigi pertama di Indonesia yang kembali meluncurkan pasta gigi berfloride pada tahun 1980-an dan satu-satunya pasta gigi di Indonesia yang secara aktif mendidik dan mempromosikan kebiasaan menyikat gigi secara benar melalui program sekolah dan layanan pemeriksaan gigi gratis. Sejak itu Pepsodent telah melengkapi jajaran produknya mulai dari pembersih dasar hingga pasta gigi dengan manfaat lengkap.

Sampai tahun 2014 merek Pepsodent tetap menjadi merek dengan kategori pasta gigi terbaik langganan di Indonesia dibandingkan dengan merek pasta gigi lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pasta gigi Pepsodent yang menyandang jawara pada IBBA (Indonesia Best Brand Award) selama 10 tahun berturut-turut. Serta dapat dilihat pula dari terpilihnya Pasta Gigi Pepsodent sebagai Top Brand Award 2013 dan Top Brand Award 2014. Bahkan dari tahun 2013 hingga tahun 2014 mengalami kenaikan presentasenya sebagai penyandang Top Brand dalam kategori pasta gigi. Top Brand index Pepsodent ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Top Brand Award Index 2013 dan 2014 Kategori Pasta Gigi :

Merek Top brand Index 2013 Top brand index 2014
Pepsodent 71,6% 73,1%
Ciptadent 9,1% 8,4%
Close Up 7,5% 6,4%
Formula 7,1% 6,1%
Sensodyne 1,8% *

(Sumber : Top Brand Award 2013 dan 2014 www.topbrand-award.com)

Berdasarkan tabel 1.1 dapat terlihat bahwa perubahan tersebut perlu disikapi dengan baik apa penyebab yang mempengaruhi keputusan pembelian pada produk pasta gigi. Pada kasus ini layak untuk dilakukan penelitian merek pasta gigi di Indonesia. Pada tahun 2013-2014 terjadi peningkatan yang di pegang oleh pasta gigi Pepsodent dengan nilai top brand index sebesar 71,6% hingga 73,1%. Pada tahun 2013 Ciptadent, Close Up, Formula dan Sensodyne mengalami penurunan di tahun 2014.

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah yang ada, maka penulis mengajukan sebuah penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PASTA GIGI PEPSODENT DI KOMPLEK DEPPEN – KEC. SUKATANI”.

  • Rumusan dan Batasan Masalah
    • Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani?
  2. Bagaimana pengaruh produk terhadap keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani?
  3. Bagaimana pengaruh harga terhadap keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani?
  4. Bagaimana pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani?
  5. Bagaimana pengaruh saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani?

 

  • Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan ilmiah ini adalah sebagai berikut :

  1. Variabel yang digunakan hanya ada 4 variabel X dan 1 variabel y yaitu variabel produk (X1), variabel harga (X2), variabel promosi (X3), dan variabel saluran distribusi (X4) terhadap keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani (Y).
  2. Sampel yang dipakai hanya 183 responden yang memakai pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.
  • Tujuan Penelitian

Dengan melihat permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Untuk menguji dan menganalisis apakah bauran pemasaran mempengaruhi keputusan pembelian pasta gigi di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.
  2. Untuk menguji dan menganalisis apakah produk mempengaruhi keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.
  3. Untuk menguji dan menganalisis apakah harga mempengaruhi keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen– Kec. Sukatani.
  4. Untuk menguji dan menganalisis apakah promosi mempengaruhi keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.
  5. Untuk menguji dan menganalisis apakah saluran distribusi mempengaruhi keputusan pembelian pasta gigi Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani
  • Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

  1. Bagi Perusahaan

Memberikan informasi bagi perusahaan tentang pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian pasta gigi.

  1. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendalami karakteristik dan permasalahan yang muncul, khususnya di bidang manajemen pemasaran.

  1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pemasaran, terutama sebagai acuan bagi studi ilmiah tentang bagaimana menganalisis pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian pasta gigi. Selain itu juga untuk memberikan sumbangan informasi, bahan referensi dan bacaan yang dapat menambah pengetahuan bagi pembacanya.

  • Metode Penelitian
    • Objek Penelitian

Dalam penulisan ilmiah ini, objek yang penulis teliti adalah warga Komplek Deppen – Kec. Sukatani, yang berada di sekitar wilayah Depok dan sekitarnya.

  • Data Variabel Penelitian

Data yang digunakan berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah data primer karena data yang digunakan yaitu data yang langsung berasal dari warga komplek Deppen – Kec. Sukatani. Data berupa observasi dan kuisioner yang berisikan beberapa pertanyaan terkait produk, harga, promosi dan saluran distribusi pasta gigi pepsodent. Sedangkan data sekundernya penulis dapatkan dengan menggunakan buku-buku atau referensi lain yang berkaitan dengan penulisan ini.

  • Metode Pengumpulan Data

Dalam melaksanakan penyusunan ini penulis mempergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

  1. Observasi

Penulis melakukan pengamatan langsung ke lokasi, yaitu Komplek Deppen – Kec. Sukatani untuk mendapatkan informasi yang di perlukan.

  1. Angket atau Kuisioner

Suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan yang telah disusun kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.

  1. Wawancara

Selama observasi dilakukan, penulis juga melakukan wawancara dan komunikasi langsung dengan warga Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  • Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian serta uraian diatas maka hipotesis yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini antara lain :

  1. Ho : Tidak ada pengaruh bauran pemasaran antara (X1) produk, (X2) harga, (X3) promosi, dan (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh bauran pemasaran antara (X1) produk, (X2) harga, (X3) promosi, dan (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen- Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X1) produk terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X1) produk terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X2) harga terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X2) harga terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X3) promosi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X3) promosi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  • Alat Analisis Yang Digunakan

Metode yang digunakan penulis dalam mengelola data adalah analisis linier regresi berganda dan metode uji skala likert.

1.7.1 Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen (X1,X2,…Xn) dengan variabel dependen (Y). Maka persamaan regresi yang terbentuk sebagai berikut :

Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+…+bnXn
Keterangan: :
Y                     : Variabel terikat (dependent)

X (1,2,3,…)      : Variabel bebas (independent)

a                      : Nilai konstanta

b (1,2,3,…)       : Nilai koefisien regresi

  • Uji Skala Likert

Uji skala likert adalah skala yang dikembangkan melalui metode likert, dimana subjek harus diindikasikan dengan pernyataan yang berkaitan dengan perilaku suatu objek. Skala ini memberikan skor 1-5 untuk mengetahui drajat responden terhadap serangkaian pertanyaan yang terdapat didalam kuesioner. Berikut adalah penilaian tingkat kepuasan pelanggan.

Mutu Bobot
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Normal 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

Keterangan :

  1. Jawaban Sangat Setuju diberi nilai 5
  2. Jawaban Setuju diberi nilai 4
  3. Jawaban Normal diberi nilai 3
  4. Jawaban Tidak Setuju diberi nilai 2
  5. Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 1

1.7.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap pernyataan-pernyataan dalam kuesioner penelitian ini, peneliti menyebarkan keusioner kepada 183 responden.

  1. Uji Validitas

Validitas memiliki arti tentang derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Semua instrumen dianggap valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Simamora 2004, p.172). Validitas berhubungan dengan apakah suatu instrumen mengukur yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan untuk melihat pemahaman responden mengenai maksud dari pernyataan yang ada, sehingga jawaban yang diberikan akan mencerminkan keadaan sebenarnya. Menurut Sudarmanto (2002, p.88), butir pernyataan yang dikatakan valid adalah butir pernyataan yang memiliki korelasi (r) dengan total skor lebih besar dari 0,3 (r > 0,3).

  1. Uji Reliabilitas

Menurut Uyanto (2006, p.239), suatu instrumen pengukuran dikatakan reliable bila memberikan hasil skor yang konsisten pada setiap pengukuran. Dengan menggunakan analisis reliabilitas, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:

  1. Bagaimana butir-butir pernyataan dalam kuesioner saling berhubungan.
  2. Nilai alpha cronbach yang merupakan indeks internal consistency dari skala pengukuran secara keseluruhan.
  3. Butir-butir pernyataan yang bermasalah yang harus direvisi atau dihilangkan.

Alpha Cronbach merupakan salah satu koefisien reliabilitas yang paling sering digunakan. Menurut Nunnaly dan Bernstein (Uyanto, 2006, p.240), skala pengukuran yang reliable sebaiknya memiliki nilai Alpha Cronbach minimal 0,7. Alpha Cronbach dapat diinterprestasikan sebagai korelasi dari skala yang diamati dengan semua kemungkinan pengukuran skala lain yang mengukur hal yang sama dan menggunakan jumlah butir pernyataan yang sama.

1.7.4 Uji F (Uji Simultan)

Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabelbebas terhadap variabel terikat. Dimana Fhitung > Ftabel, maka H1 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas dapat menerangkan variabel terikatnya secara serentak. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui signifikan atau tidak pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat naka digunakan probability sebesar 5% (α= 0,05).

Jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak.

Jika sig < ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

 

1.7.5 Uji T (Uji Parsial)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Dimana Ttabel > Thitung, H0 diterima. Dan jika Ttabel < Thitung, maka H1 diterima, begitupun jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak dan jika sig < ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Pengertian Manajemen Pemasaran

Menurut (Kotler dan amstrong , 2008) pemasaran adalah proses sosial dan manajerial di mana pribadi atau organisasi memperoleh yang di butuhkan dan diinginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Sedangkan menurut (Tjiptono, 2006) pemasaran memiliki definisi suatu proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan,penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain. mengatakan pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga dan promosi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi.

Pemasaran merupakan suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dipihak lain (Kotler, 2009:7). Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditunjukan untuk merencanakan, menentukan harga mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Swastha, 2010:179).

Pemasaran merupakan ujung tombak kegiatan bisnis yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan, khususnya perusahaan yang memiliki tujuan untuk memperoleh laba, memperbesar volume penjualan, mengiginkan pertumbuhan, memiliki pangsa pasar dan untuk menciptakan pelanggan yang loyal (Surachman, 2010:1). Menurut (Kotler dan Keller, 2009:9) pemasaran terbagi atas 10 jenis entitas, yaitu:

  1. Barang.
  2. Jasa.
  3. Pengayaan pengalaman.
  4. Peristiwa.
  5. Orang.
  6. Tempat.
  7. Properti.
  8. Organisasi.
  9. Informasi.
  10. Gagasan.

Manajemen pemasaran adalah proses menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan program-program yang mencakup pengkonsepan, penetapan harga, promosi dan distribusi dari produk, jasa dan gagasan yang dirancang untuk menciptakan dan memelihara pertukaran yang

menguntungkan dengan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan (www.info-manajemen.com). Pemasaran adalah “suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain” (Daryanto, 2011:1).

Pemasaran adalah kegiatan memasarkan barang tidak berarti hanya menawarkan barang atau menjual tetapi lebih dari itu. Yang dimana terdapat kegiatan membeli, menjual dengan segala macam cara yang menyangkut barang, menyimpan dan mensortir (Alma, 2011:1).

Secara umum, tujuan sistem pemasaran adalah memaksimumkan konsumsi, memaksimumkan kepuasan konsumsi, memaksimumkan pilihan,

memaksimumkan mutu hidup, serta meningkatkan kualitas, kuantitas, ketersediaan, harga, dan memperoleh laba bagi perusahaan. Tujuan pemasaran

dapat tercipta dengan melakukan analisa dalam hal bauran pemasaran (marketing mix), marketing mix merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasaranya di pasar sasaran (Kotler, 2009:101).

Konsep pemasaran sederhana dan secara intuisi merupakan filosofi yang menarik. Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi. Mujiyana dan Damerianata ( 2009 ).

Sedangkan menurut swasta dan Handoko (2000, p.6) pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen, atau berorientasi kepada konsumen (consumer oriented).

2.1.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

“Bauran pemasaran atau yang sering disebut dengan istilah Marketing Mix adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahan untuk dapat menghasilkan respons sesuai yang diinginkannya dipasar sasaran.” (Kotler & Armstrong, 2006: 62). Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa marketing mix atau yang dikenal dengan istilah bauran pemasaran merupakan kumpulan alat pemasaran taktis yang terdiri atas 4P produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion) yang dengan sengaja dipadukan oleh perusahaan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diinginkan.

Bauran pemasaran adalah proses penggabungan dalam strategi pemasaran yang disesuaikan dengan kondisi masing- masing perusahaan yang terstandarisasi dengan produk, harga yang rendah promosi dan saluran distribusi.

2.1.3 Variabel Bauran Pemasaran

Menurut ( philip Kotler : 2006 ) dapat dikatakan bahwa hampir semua orang baik secara langsung di pakai perusahaan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang di kategorikan sebagai marketing mix 4 yang terdiri dari beberapa variabel antara lain yaitu :

  1. Produk

“Produk berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar sasaran” (Kotler & Armstrong, 2006: 62). Suatu perusahaan ada karena menghasilkan produk untuk ditawarkan kepada konsumen yang akan dipertukarkan dengan alat pemuas kebutuhan atau uang. Produk yang ditawarkan mencakup berbagai bentuk mulai dari barang yang dapat dilihat secara fisik atau jasa dan bahkan orang (seperti kandidat politik). “Produk adalah segala sesuatu yang memiliki nilai di suatu pasar sasaran dimana kemampuannya memberikan manfaat dan kepuasan termasuk benda, jasa, organisasi, tempat orang dan ide” (David W. Cravens, 1996: 3).

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, properti, organisasi, dan gagasan Philip Kotler (2007). Variabel produk dapat diukur dengan indikator (Fitri Komalasari : 2004).

  1. Desain kemasan yang menarik

Persepsi konsumen terhadap desain kemasan produk yang menarik.

  1. Kualitas produk

Persepsi konsumen terhadap kualitas produk pepsodent yang baik.

  1. Features (keistimewaan)

Persepsi konsumen terhadap produk yaitu membuat nafas menjadi segar, menghindarkan bau mulut.

  1. Harga

“Harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa” (Kotler & Armstrong, 2006: 345). Harga merupakan satu-satunya elemen yang flexibel. “Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non moneter) yang mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang dipergunakan untuk mendapatkan suatu produk” (Tjiptono, 2008: 465).

Harga adalah apa yang harus di berikan oleh pembeli untuk mendapatkan suatu produk. (Kotler & Amstrong, 2008:345) mendefinisikan harga adalah sejumlah uang yang di tagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari suatu nilai yang di tukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa.

  1. Promosi

Suatu perusahaan dalam memasarkan produknya perlu merancang dan menyebarkan informasi tentang kehadirannya, ketersediaanya, ciri-ciri produk dan kondisi produknya serta manfaat yang dapat diperoleh paran pelanggan/calon pelanggan atas produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Usaha untuk mengenalkan produk kepada pasar yaitu dilakukan strategi promosi. Konsep yang dipakai untuk mengenalkan produk yaitu promotion mix, kegiatan-kegiatan yang mengkombinasikan keunggulan produk dan membujuk konsumen untuk membeli (Swasta, 2010:349). Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk.

Menurut Hurriyati (2005) tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasaran. Promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran (Tjiptono :2006). Variabel promosi dapat diukur dengan indikator (Fitri Komalasari :2004) :

  1. Counter layout yang menarik

Persepsi konsumen terhadap penempatan produk pepsodent di beberapa toko minimarket wilayah Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Penayangan iklan di media cetak dan elektronik

Persepsi konsumen terhadap pembelian pepsodent karena adanya penayangan di media cetak dan elektronik.

  1. Isi pesan iklan media cetak sesuai dengan produk

Persepsi konsumen terhadap iklan media yang sesuai dengan produk pepsodent.

  1. Distribusi

(Kotler, Amstrong 2008:63) mendefinisikan saluran distribusi adalah kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. Saluran distribusi sering disebut saluran perdagangan atau saluran pemasaran. Fungsi saluran distribusi adalah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, maka perusahaan dalam melaksanakan dan menentukan saluran distribusi harus melakukan pertimbangan yang baik.

Distribusi adalah segala kegiatan untuk memindahkan barang dalam kuantitas tertentu, kesuatu tempat tertentu (Tjiptono :2006). Variabel distribusi dapat diukur dengan indikator (Fitri Komalasari :2004) :

  1. Kemudahan mendapatkan suatu produk

Persepsi konsumen terhadap kemudahan mendapatkan produk pasta gigi merek pepsodent dibandingkan dengan mendapatkan merek produk pasta gigi lainnya.

  1. Tersebar dimana-mana

Persepsi konsumen terhadap produk pepsodent yang keberadaannya tersebar di berbagai toko.

  1. Terdapat layanan kritik dan saran

Persepsi konsumen terhadap customer service pelayanan kritik dan saran pepsodent yaitu terdapatnya kotak kritik dan saran di setiap toko penjual pepsodent.

2.1.4 Keputusan Pembelian

            Pada dasarnya keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh motif-motif

pembelian dimana bisa karena pembeli melaksanakan pembelian hanya pertimbangan (motif = terdorong) secara emosional, seperti bangga, sugesti, dan sebagainya. Tetapi juga pembeli membeli secara rasional seperti harganya (Daryanto, 2011:94).

Keputusan pembelian konsumen merupakan keputusan pembelian konsumen akhir perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi (Kotler, 2009:184), sedangkan menurut Tjiptono (2011:25) keputusan pembelian konsumen adalah pemilihan satu tindakan dari

dua atau lebih pilihan alternatif. Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Swastha, 2011:10), Ada 2 aspek penting dari arti perilaku konsumen, diantaranya:

  1. Proses pengambilan keputusan.
  2. Kegiatan fisik yang kesemuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa ekonomis.

Mempelajari perilaku konsumen akan memberikan petunjuk bagi pengembangan produk baru, keistimewaan produk, harga, saluran pemasaran,

pesan iklan dan elemen bauran pemasaran lainnya. Titik tolak untuk memahami perilaku pembeli adalah rangsangan tanggapan. Rangsangan pemasaran dan lingkungan mulai memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian pembeli (Lembang, 2010:14).

Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka, proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyesuaian masalah yang terdiri dari lima tahap yang dilakukan konsumen, kelima tahap tersebut adalah pengenalan masalah, pencarian informasi, penilaian alternatif, membuat keputusan, dan perilaku pasca pembelian.

            Keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk pada dasarnya erat kaitannya dengan perilaku konsumen. Perilaku konsumen merupakan unsur penting dalam kegiatan pemasaran suatu produk yang perlu diketahui oleh perusahaan, karena perusahaan pada dasarnya tidak mengetahui mengenai apa yang ada dalam pikiran seorang konsumen pada waktu sebelum, sedang, dan setelah melakukan pembelian produk tersebut.

Keputusan pembelian merupakan suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencakup penentuan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan keputusan itu diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya (Sofjan Assauri,2004:141). Dan pengertian keputusan pembelian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah perilaku pembelian seseorang dalam menentukan suatu pilihan produk untuk mencapai kepuasan sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen yang meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.

2.1.5 Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian

            Dalam membeli suatu produk, seorang konsumen biasanya melalui lima tahap proses keputusan pembelian. Walaupun hal ini tidak selalu terjadi dan konsumen bisa melewati tahap urutannya, namun kita akan menggunakan model dibawah ini, karena model itu menunjukkan proses pertimbangan selengkapnya yang muncul pada saat seorang konsumen melakukan pembelian.

Menurut Philip Kotler (2000:170) ada lima tahap dalam proses keputusan pembelian, yaitu terlihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1

Proses Keputusan Pembelian Konsumen

 

 

 

Dari gambar 2.1 tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Pengenalan Kebutuhan

Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Pemasar perlu mengidentifikasikan keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasikan rangsangan yang paling sering membangkitkan minat terhadap suatu jenis produk. Pemasar kemudian dapat mengembangkan strategi pemasaran yang memacu minat konsumen.

  1. Pencarian Informasi

Seseorang yang tergerak oleh stimulus akan berusaha mencari lebih banyak informasi yang terlibat dalam pencarian akan kebutuhan. Pencarian informasi merupakan aktifitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan dan perolehan informasi dari lingkungan. Sumber informasi konsumen terdiri atas empat kelompok, yaitu:

  1. Sumber pribadi meliputi keluarga, teman, tetangga, kenalan.
  2. Sumber komersial meliputi iklan, tenaga penjual, pedagang perantara, pengemasan.
  3. Sumber umum meliputi media massa, organisasi ranting konsumen.
  4. Sumber pengalaman meliputi penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.
  1. Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif merupakan proses dimana suatu alternatif pilihan disesuaikan dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Konsep dasar dalam proses evaluasi konsumen terdiri atas empat macam:

  1. Konsumen berusaha memenuhi kebutuhan.
  2. Konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk.
  3. Konsumen memandang setiap produk sebagai kumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari dalam memuaskan kebutuhan.
  4. Konsumen mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Konsumen akan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
  1. Keputusan Pembelian

Keputusan untuk membeli disini merupakan proses dalam pembelian yang nyata. Jadi, setelah tahap-tahap dimuka dilakukan, maka konsumen harusmengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Konsumen mungkin juga akan membentuk suatu maksud membeli dan cenderung membeli merek yang disukainya. Namun, ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan keputusan pembelian, yaitu sikap orang lain dan faktor-faktor situasional yang tidak terduga. Bila konsumen menentukan keputusan untuk membeli, konsumen akan menjumpai keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, merek, penjual, kuantitas, waktu pelayanan, dan cara pembayarannya.

  1. Perilaku Pasca Pembeli

Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Setelah pembelian produk terjadi, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan atau ketidakpuasan pembeli terhadap produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Konsumen yang merasa puas akan memperlihatkan peluang membeli yang lebih tinggi dalam kesempatan berikutnya. Konsumen yang merasa puas akan cenderung mengatakan sesuatu yang serba baik tentang produk yang bersangkutan kepada orang lain. Apabila konsumen dalam melakukan pembelian tidak merasa puas dengan produk yang telah dibelinya, ada dua kemungkinan yang akan dilakukan oleh konsumen. Pertama, dengan meninggalkan atau konsumen tidak mau melakukan pembelian ulang. Kedua, ia akan mencari informasi tambahan mengenai produk yang telat dibelinya untuk menguatkan pendiriannya mengapa ia memilih produk itu sehingga ketidakpuasan tersebut dapat dikurangi.

2.1.6 Aspek-Aspek Keputusan Membeli

            Menurut Assael dalam Suryani (2008) menyatakan bahwa ada dua dimensi yang mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu :

  1. Seberapa jauh pembuatan keputusan tersebut.

Dimensi pertama ini menggambarkan rangkaian dari pengambilan keputusan untuk yang bersifat habit/ kebiasaan. Konsumen dapat mendasarkan keputusannya pada proses kognitif (berfikir) dari pencarian informasi dan evaluasi alternatif-alternatif merek. Pada sisi ini konsumen hanya akan melakukan pembelian pada satu merek saja atau selalu terjadi pembelian yang konsisten.

  1. Derajat keterlibatan di dalam pembelian itu sendiri.

Pada dimensi kedua ini, menggambarkan rangkaian keterlibatan pembelian dari tinggi ke rendah. Pembelian dengan keterlibatan tinggi sangat penting bagi konsumen. Seperti beberapa pembelian yang didasarkan pada ego dari image sendiri. Dalam pembelian demikian konsumen akan melibatkan beberapa resiko, seperti finansial risk yaitu produk-produk yang tergolong mahal, social risk yaitu pada produk-produk yang dianggap penting dalam kelompoknya, atau psychological risk yaitu pengambilan keputusan yang salah pada konsumen berakibat fatal atau lebih serius. Sedangkan produk-produk dengan keterlibatan rendah kurang begitu penting bagi konsumen, karena resiko finansial, social, dan psychological tidaklah cukup besar.

Kedua dimensi yang telah disebutkan diatas nantinya akan menggolongkan keputusan membeli dalam empat tipe pengambilan keputusan. Keputusan tipe tersebut adalah pengambilan keputusan yang komplek, pembuatan keputusan terbatas, loyalitas merek dan inersia. Keempat tipe ini merupakan perpaduan tinggi rendahnya dua dimensi diatas.

Pada tipe pertama, yaitu pengambilan keputusan komplek dicirikan dengan perpaduan adanya keterlibatan yang tinggi dan adanya pembuatan keputusan. Pada pembuatan keputusan rendah, konsumen hanya memiliki keterlibatan rendah namun ada pengambilan keputusan. Pada tipe loyalitas merek, konsumen memiliki keterlibatan yang tinggi namun seberapa jauh ia membuat keputusan hanya bersifat kebiasaan. Pada tipe terakhir inersia konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dan pembuatan keputusan sebatas kebiasaan. Pembuatan keputusan terlihat dari adanya proses pencarian informasi yang banyak dan adanya evaluasi terhadap merek. Dan pada pengambilan keputusan yang berdasar kebiasaan, konsumen tidak terlalu memikirkan proses pencarian informasi dan evaluasi terhadap merek.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Membeli

Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli berbeda-beda untuk masing-masing pembeli disamping produk yang dibeli. Faktor-faktor tersebut adalah :

  1. Lokasi penjual yang strategis
  2. Pelayanan yang baik
  3. Kemampuan, tenaga penjualnya
  4. Iklan dan promosi
  5. Penggolongan barang.

 

2.2 Kajian Penelitian Sejenis

Hasil penelitian dari (Aryuningsih) dengan judul “Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Pasta Gigi”. Bahwa produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, distribusi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa variabel harga merupakan faktor paling dominan dalam keputusan pembelian, hal ini disebabkan oleh koefisien harga paling tinggi yang diikuti oleh variabel distribusi.

Hasil penelitian dari (I Putu Agus Purnama Adi Putra dan I Wayan Santika) dengan judul “Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Nokia Di Kota Denpasar”. Bahwa bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian Smartphone Nokia di Kota Denpasar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 84,5 persen variasi dari keputusan pembelian disumbangkan oleh variasi dari variabel bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi, sisanya sebesar 15,5 persen dijelaskan oleh variabel lain.

2.3 Kerangka PemikiranTeoritis

Atas dasar uraian pustaka dan hipotesis yang telah dikembangkan diatas, maka dapat disusun kerangka pemikiran untuk menggambarkan hubungan dari variabel indeoenden, dalam hal ini adalah Produk (X1), Harga (X2), Promosi (X3), dan Saluran distribusi (X4), terhadap variabeldependen Keputusan Pembelian (Y), yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran Teoritis

 

 

 

 

 

 

Sumber : Konsep yang dikembangkan dalam pembelian ini (2013).

2.4 Alat Analisis Yang Digunakan

Dalam menganalisis data penelitian ini, analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan uji skala likert dan analisis regresi berganda.

2.4.1 Uji Skala Likert

Uji skala likert yaitu skala yang dikembangkan melalui metode likert, dimana subjek harus diindikasikan berdasarkan tingkatannya dengan pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku suatu objek. Skala ini memberikan skor 1-5 untuk mengetahui derajat responden terhadap serangkaian pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner.

 

2.4.2 Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen (X1,X2,…Xn) dengan variabel dependen (Y). Maka persamaan regresi yang terbentuk sebagai berikut :

Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+…+bnXn
Keterangan:
Y                     : Variabel terikat (dependent)

X (1,2,3,…)      : Variabel bebas (independent)

a                      : Nilai konstanta

b (1,2,3,…)       : Nilai koefisien regresi

2.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap pernyataan-pernyataan dalam kuesioner penelitian ini, peneliti menyebarkan keusioner kepada 183 responden.

  1. Uji Validitas

Validitas memiliki arti tentang derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Semua instrumen dianggap valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Simamora 2004, p.172). Validitas berhubungan dengan apakah suatu instrumen mengukur yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan untuk melihat pemahaman responden mengenai maksud dari pernyataan yang ada, sehingga jawaban yang diberikan akan mencerminkan keadaan sebenarnya. Menurut Sudarmanto (2002, p.88), butir pernyataan yang dikatakan valid adalah butir pernyataan yang memiliki korelasi (r) dengan total skor lebih besar dari 0,3 (r > 0,3).

  1. Uji Reliabilitas

Menurut Uyanto (2006, p.239), suatu instrumen pengukuran dikatakan reliable bila memberikan hasil skor yang konsisten pada setiap pengukuran. Alpha Cronbach merupakan salah satu koefisien reliabilitas yang paling sering digunakan. Menurut Nunnaly dan Bernstein (Uyanto, 2006, p.240), skala pengukuran yang reliable sebaiknya memiliki nilai Alpha Cronbach minimal 0,7. Alpha Cronbach dapat diinterprestasikan sebagai korelasi dari skala yang diamati dengan semua kemungkinan pengukuran skala lain yang mengukur hal yang sama dan menggunakan jumlah butir pernyataan yang sama.

2.4.4 Uji F (Uji Simultan)

Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabelbebas terhadap variabel terikat. Dimana Fhitung > Ftabel, maka H1 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas dapat menerangkan variabel terikatnya secara serentak. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui signifikan atau tidak pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat naka digunakan probability sebesar 5% (α= 0,05).

Jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak. Jika sig < ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

 

2.4.5 Uji T (Uji Parsial)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Dimana Ttabel > Thitung, H0 diterima. Dan jika Ttabel < Thitung, maka H1 diterima, begitupun jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak dan jika sig < ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1 Objek Penelitian

Menurut Suharsini Arikunto (1998: 15) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, sedangkan subjek penelitian merupakan tempat dimana variabel melekat”. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menggunakan objek penelitian pada warga Komplek Deppen – Kec. Sukatani 16954, Jakarta Timur.

Adapun yang akan dibahas terbatas hanya pada seberapa besar pengaruh produk, harga, promosi dan saluran distribusi terhadap variabel dependen, yaitu keputusan pembelian. Sebagai variabel independen pada penelitian ini adalah yang diberi lambang produk (X1), harga (X2), promosi (X3), dan saluran distribusi (X4) terhadap keputusan pembelian (Y). Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah keputusan pembelian yang diberi lambang (Y).

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu :

  1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dari hasil penelitian dalam bentuk wawancara dan kuesioner terkait objek penelitian.
  2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui buku-buku dan literatur-literatur.

3.3 Data/ Variabel yang Digunakan

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2007 : 2 ). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu :

  1. Variabel Dependen adalah nilainya yang dipengaruhi oleh variabel independen (Husein Umar,2001). Dalam penelitian ini Variabel dependen adalah keputusan pembelian produk Pepsodent.
  2. Variabel Independen adalah Variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhinya variabel dependen ( Husein Umar,2001). Dalam penelitian ini variabel independenya adalah:
  3. Variabel Produk ( X1)
  4. Variabel Harga ( X2)
  5. Variabel Promosi ( X3)
  6. Variabel Saluran Distribusi (X4)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam melaksanakan penyusunan ini penulis mempergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

  1. Observasi

Penulis melakukan pengamatan langsung ke lokasi, yaitu Komplek Deppen – Kec. Sukatani untuk mendapatkan informasi yang di perlukan.

  1. Angket atau Kuisioner

Suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan yang telah disusun kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.

  1. Wawancara

Selama observasi dilakukan, penulis juga melakukan wawancara dan komunikasi langsung dengan warga Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

3.5 Populasi dan Sampel

  1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2007:115). Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karateristik tertentu (Kuncoro, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen pasta gigi Pepsodent yang bertempat tinggal di Komplek Deppen – Kecamatan Sukatani.

  1. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2007:116). Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan oleh penulis adalah metode sampel (judgement sampling) yaitu sampel yang diambil sesuai dengan karakteristik populasi yang diinginkan, siapapun responden yang bersangkutan, dimana dan kapan saja ditemui dijadikan elemen-elemen sampel penelitian (Hamid, 2007:32). Pengambilan sampel didasarkan pertimbangan bahwa responden pernah membeli atau mengkonsumsi produk Pepsodent dan pernah melihat iklan Pepsodent di televisi. Sampel yang akan dipilih oleh penulis sebagai sumber data yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah para konsumen Pepsodent. Sedangkan untuk ukuran sampel penelitian menurut Roscoe dalam buku research methods for business (Sugiono, 2010:52) menyatakan bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500. Jumlah sampel dalam penelitian adalah sebanyak 183 responden yang merupakan konsumen Pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Dimana :

n= Jumlah sample,

N= Jumlah Populasi,

e = Batas toleransi kesalahan (misal 5 % atau 10 %)

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:

= 183 responden

3.6 Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini antara lain :

  1. Ho : Tidak ada pengaruh bauran pemasaran antara (X1) produk, (X2) harga, (X3) promosi, dan (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh bauran pemasaran antara (X1) produk, (X2) harga, (X3) promosi, dan (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen- Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X1) produk terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X1) produk terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X2) harga terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X2) harga terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X3) promosi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X3) promosi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

  1. Ho : Tidak ada pengaruh (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

Ha : Ada pengaruh (X4) saluran distribusi terhadap keputusan pembelian pasta gigi pepsodent di Komplek Deppen – Kec. Sukatani.

3.7 Alat Analaisis Yang Digunakan

Metode yang digunakan penulis dalam mengelola data adalah dengan menggunakan metode uji skala likert dan analisis linier berganda.

3.7.1 Uji Skala Likert

Uji skala likert adalah skala yang dikembangkan melalui metode likert, dimana subjek harus diindikasikan berdasarkan tingkatannya dengan pernyataan yang berkaitan dengan perilaku suatu objek. Skala ini memberikan skor 1-5 untuk mengetahui derajat responden terhadap serangkaian pertanyaan yang terdapat didalam kuesioner. Berikut ini adalah penilaian tingkat kepuasan pelanggan:

Mutu Bobot
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Normal 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

Keterangan :

  1. Jawaban Sangat Setuju diberi nilai 5
  2. Jawaban Setuju diberi nilai 4
  3. Jawaban Normal diberi nilai 3
  4. Jawaban Tidak Setuju diberi nilai 2
  5. Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 1

3.7.2 Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen (X1,X2,…Xn) dengan variabel dependen (Y). Maka persamaan regresi yang terbentuk sebagai berikut :

Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+…+bnXn
Keterangan:
Y                     : Variabel terikat (dependent)

X (1,2,3,…)      : Variabel bebas (independent)

a                      : Nilai konstanta

b (1,2,3,…)       : Nilai koefisien regresi

3.7.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap pernyataan-pernyataan dalam kuesioner penelitian ini, peneliti menyebarkan keusioner kepada 183 responden.

  1. Uji Validitas

Validitas memiliki arti tentang derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Semua instrumen dianggap valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Simamora 2004, p.172). Validitas berhubungan dengan apakah suatu instrumen mengukur yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan untuk melihat pemahaman responden mengenai maksud dari pernyataan yang ada, sehingga jawaban yang diberikan akan mencerminkan keadaan sebenarnya. Menurut Sudarmanto (2002, p.88), butir pernyataan yang dikatakan valid adalah butir pernyataan yang memiliki korelasi (r) dengan total skor lebih besar dari 0,3 (r > 0,3).

  1. Uji Reliabilitas

Menurut Uyanto (2006, p.239), suatu instrumen pengukuran dikatakan reliable bila memberikan hasil skor yang konsisten pada setiap pengukuran. Alpha Cronbach merupakan salah satu koefisien reliabilitas yang paling sering digunakan. Menurut Nunnaly dan Bernstein (Uyanto, 2006, p.240), skala pengukuran yang reliable sebaiknya memiliki nilai Alpha Cronbach minimal 0,7. Alpha Cronbach dapat diinterprestasikan sebagai korelasi dari skala yang diamati dengan semua kemungkinan pengukuran skala lain yang mengukur hal yang sama dan menggunakan jumlah butir pernyataan yang sama.

3.7.4 Uji F (Uji Simultan)

Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabelbebas terhadap variabel terikat. Dimana Fhitung > Ftabel, maka H1 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas dapat menerangkan variabel terikatnya secara serentak. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima atau secara bersama-sama variabel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui signifikan atau tidak pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat naka digunakan probability sebesar 5% (α= 0,05).

Jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak.

Jika sig < ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

 

3.7.5 Uji T (Uji Parsial)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Dimana Ttabel > Thitung, H0 diterima. Dan jika Ttabel < Thitung, maka H1 diterima, begitupun jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak dan jika sig < ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

Review Jurnal

26 Mar

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 1

Judul : KOPERASI INDONESIA: POTRET DAN TANTANGAN

Sumber :

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_5.htm

file:///C:/Documents%20and%20Settings/Acer/Desktop/Tugas/Bahasa%20Indonesia%202%23/REVIEW%20JURNAL%20EKONOMI%20KOPERASI%201%20_%20Riyanikusuma%27s%20Blog.htm

ABSTRAK

Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar ba­gi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pem­bangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang se­lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pem­bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai akibat dari perkrmbangan koperasi yang semakin meluas, koperasi mempunyai kekuatan yang lain kare­na koperasi dapat memberikan kemungkinan pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan infor­masi yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang me­mer­lukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peran­­an koperasi secara otonom bagi setiap individu anggotanya yang te­lah memutuskan menjadi anggota koperasi. Dengan de­mi­kian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan ter­sebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk ber­koperasi karena dinilai bermanfaat. Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha­dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre­dit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demi­kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di dae­rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi pengem­bangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan me­num­buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope­rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.

BAB I PENDAHULUAN

1.1               Latar Belakang

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.

Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.

Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.

Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar ba­gi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pem­bangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang se­lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pem­bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh).

1.2          PERUMUSAN MASALAH

Koperasi merupakan organisasi yang telah berkembang sejak dulu. Dari zaman ke zaman terdapat beberapa potret atau perubahan perubahan yang membuat sebuah tantangan bagi Koperasi.Untuk itu perlu dilakukan penelitian atau studi secara mendalam guna memperoleh gambaran secara persis potret dan tantangan koperasi, yaitu : 1) Bagaimana potret koperasi Indonesia dalam perkembangannya?, 2) Manfaat apa yang diperoleh dari organisasi Koperasi?, 3) Bagaimana Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas?, dan 4) Peranan apa yang dilakukan Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah?

1.3          TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :

1)      Menganalisis Potret Koperasi Indonesia

2)      Mengetahui manfaat dari organisasi Koperasi

3)      Mengetahui Posisi Koperasi dalam Perdaganag Bebas dan Era Otonomi Daerah

1.4          METODE PENELITIAN

1.4.1      Lokasi

Studi ini dilakukan di Indonesia khususnya di daerah Otonomi dan Desa.

1.4.2      Metode Studi

Tehnik pengumpulan data diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta instansi terkait baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa publikasi, dokumen, laporan kegiatan.

1.4.3      Pengolahan Analisis Data

Pengelolaan analisa data dilakukan secara diskriftif reflektif.

BAB II PEMBAHASAN

2.1      Potret Koperasi Indonesia

 Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil.

Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD.

Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.

Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal.

Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.

2.2       Kemanfaatan Koperasi

Secara teoritis sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian, dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu. Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di sekitar ke­giat­an ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut ha­nya dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari adanya external diseconomies itu.

Kehematan-kehematan yang dapat menjadi sumber kekuatan ko­perasi memang tidak terbatas pada nilai ekonomis nya sema­ta. Kekuatan itu juga dapat bersumber dari faktor non-ekono­mis yang menjadi faktor berpengaruh secara tidak langsung ter­hadap kegiatan ekonomi anggota masyarakat dan badan usaha koperasi. Sehingga manfaat atau keuntungan koperasi pada dasarnya selalu ter­kait dengan dua jenis manfaat, yaitu yang nyata (tangible) dan yang tidak nyata (intangible). Kemanfaatan koperasi ini ju­ga selalu berkaitan dengan keuntungan yang bersifat eko­no­mi dan sosial. Karena koperasi selain memberikan keman­fa­atan ekonomi juga mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap aspek so­sial seperti pendidikan, suasana sosial kemasyarakatan, ling­kungan hidup, dan lain-lain. Pembahasan ini difokuskan kepa­da manfaat yang mendasari digunakannya mekanisme koperasi.

Dalam hal ini koperasi mempunyai kekuatan yang lain kare­na koperasi dapat memberikan kemungkinan pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan infor­masi yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang me­mer­lukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peran­­an koperasi secara otonom bagi setiap individu anggotanya yang te­lah memutuskan menjadi anggota koperasi. Dengan de­mi­kian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan ter­sebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk ber­koperasi karena dinilai bermanfaat.

Dalam konteks yang lebih besar koperasi dapat dilihat se­ba­gai wahana koreksi oleh masyarakat pelaku ekonomi, ba­ik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan kega­gal­an pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempur­na­an pasar. Secara teoritis koperasi akan tetap hadir jika terjadi ke­gagalan pasar. Jika pasar berkembang semakin kompetitif se­cara alamiah koperasi akan menghadapi persaingan dari da­lam. Karena segala insentif ekonomi yang selama ini didapat ti­dak lagi bisa dimanfaatkan. Sehingga sumber kekuatan untuk tetap mempertahankan hadirnya koperasi terletak pada ke­mam­­puan untuk mewujudkan keuntungan tidak langsung atau intangible benefit yang disebutkan di muka.

Dalam kerangka yang lebih makro suatu perekonomian me­ru­pakan suatu bangunan yang terdiri dari berbagai pelaku yang dikenal dengan kelompok produsen dan kelompok kon­sumen. Di dalam suatu negara berkembang organisasi ekono­mi dari masing-masing pelaku tadi menjadi semakin kompleks. Ka­rena selain pemerintah dan swasta (perusahaan swasta) se­be­nar­nya masih ada dua kelompok lain yaitu koperasi dan sek­tor rumah tangga. Kelompok yang disebut terakhir, perlu men­dapatkan pencermatan tersendiri, karena mungkin ia dapat bera­da di dalam koperasi, atau menjadi suatu unit usaha sen­diri, atau merupakan pendukung usaha swasta yang ada. Inilah yang sebenarnya perlu kita lihat dalam kerangka yang lebih luas.

Secara konseptual dan empiris, mekanisme koperasi me­mang diperlukan dan tetap diperlukan oleh suatu perekonomi­an yang menganut sistem pasar. Besarnya peran tersebut akan sangat tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat serta struktur pasar dari berbagai kegiatan ekonomi dan sumber daya alam dari sua­tu negara. Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar yang kompatibel dengan kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu dimana-mana di dunia ini selalu menjadi contoh sukses (kasus bilateral monopoli). Padahal sukses ini tidak selalu dapat diikuti oleh jenis kegiatan produksi pertanian lainnya. Koperasi sebagai mekanisme kerjasama ekono­mi juga tidak mengungkung dalam sistemnya sendiri yang ter­ba­tas pada sistem dan struktur koperasi, tetapi dalam inte­rak­si dapat meminjam mekanisme bisnis yang lazim dipakai oleh badan usaha non-koperasi. Termasuk dalam hal ini pem­ben­tukan usaha yang berbentuk non koperasi untuk memper­ta­hankan kemampuan pelayanan dan menegakkan mekanisme koperasi yang dimiliki.

2.3      Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas

Esensi perdagangan bebas yang sedang diciptakan oleh ba­nyak negara yang ingin lebih maju ekonominya adalah meng­­hilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan inter­nasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampak­nya terhadap perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar: (i) koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi, (ii) koperasi konsumen atau koperasi kon­sumsi, dan (iii) koperasi kredit dan jasa keuangan. Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas para anggota koperasi dan anggota koperasinya sendiri.

Koperasi produsen terutama koperasi pertanian memang meru­pa­kan koperasi yang paling sangat terkena pengaruh per­dagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi pertanian di seluruh belahan dunia ini me­mang selama ini menikmati proteksi dan berbagai bentuk sub­sidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi barang yang dihasilkan oleh ang­gota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seper­ti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari ne­gara lain yang lebih efisien.

Untuk koperasi-koperasi yang menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan be­rat dan akan menurunkan perannya di dalam percaturan pa­sar kecuali ada rasionalisasi produksi. Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk pening­katan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks ini koperasi yang menangani produksi per­tanian, yang selama ini mendapat kemudahan dan per­lin­dungan pemerintah melalui proteksi harga dan pasar akan meng­hadapi masa-masa sulit. Karena itu koperasi produksi ha­rus merubah strategi kegiatannya. Bahkan mungkin harus me­reorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi produksi di luar pertanian memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi perdagangan terha­dapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergan­tung di posisi segmen mana kegiatan koperasi dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya sebenarnya pada saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih terbuka. Artinya mereka terbiasa dengan persaingan dengan dunia luar untuk memenuhi pemintaan ekspor maupun berhadapan dengan ba­rang pengganti yang diimpor. Namun cara-cara koperasi juga dapat dikerjakan oleh perusahaan bukan koperasi.

Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat be­sar dari adanya perdagangan bebas, karena pada dasarnya per­dagangan bebas itu akan selalu membawa pada persaingan yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan har­ga yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan per­da­gangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilih­an barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara be­bas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan un­tuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal. Meluas­nya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan mening­katnya usaha koperasi yang bergerak di bidang konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh pe­merintah melalui peniadaan non torif barier dan penurunan ta­rif akan menyerahkan mekanisme seleksi sepenuhnya kepada ma­syarakat. Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat un­tuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang timbul aki­bat perdagangan bebas.

Kegiatan koperasi kredit, baik secara teoritis maupun em­pi­ris, terbukti mempunyai kemampuan untuk membangun seg­men­tasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuang­an yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masa­lah informasi. Bagi koperasi kredit keterbukaan perda­gangan dan aliran modal yang keluar masuk akan meru­pakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, na­mun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apa­bila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan me­nu­tup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka seg­mentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit di negara berkembang, ada­nya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk menga­dakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara maju dalam membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.

2.4    Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah

Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan mem­berikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sum­ber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun kope­rasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif de­ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi inves­tasi dan skala kegiatan koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advo­kasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepa­da pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fung­si intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.

Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.

Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha­dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre­dit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demi­kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di dae­rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi pengem­bangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan me­num­buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope­rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.

Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem­bangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit di daerah.

BAB III    PENUTUP

3.1          Kesimpulan

Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda panjang. Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air.

3.2   Daftar Pustaka

1         Couture, M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative Entrepreneurship, ILO and University of Nyeurode, of Nyenrode, Genewa, 2002.

2         Ravi Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation and policy  Reform, ICA, RAPA, New Delhi, 2002.

3         Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat

4         Rusidi, Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung 2002

REVIEW

Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.

Koperasi mempunyai kekuatan yang lain kare­na koperasi dapat memberikan kemungkinan pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan infor­masi yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang me­mer­lukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peran­­an koperasi secara otonom bagi setiap individu anggotanya yang te­lah memutuskan menjadi anggota koperasi. Dengan de­mi­kian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan ter­sebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk ber­koperasi karena dinilai bermanfaat.

Esensi perdagangan bebas yang sedang diciptakan oleh ba­nyak negara yang ingin lebih maju ekonominya adalah meng­­hilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan inter­nasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampak­nya terhadap perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar: (i) koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi, (ii) koperasi konsumen atau koperasi kon­sumsi, dan (iii) koperasi kredit dan jasa keuangan. Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas para anggota koperasi dan anggota koperasinya sendiri.

Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem­bangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit di daerah.

 

Judul A Contingency Model Of The Association Between Strategy, Environmental Uncertainty And Performance Measurement: Impact On Organizational Performance

( Sebuah Model Kontijensi : Hubungan Antara Strategi, Ketidakpastian Lingkungan dan Pengukuran Kinerja : dampaknya pada Kinerja Organisasi )

 

Penulis Zahirul Hoque (2004), School of Law and Business, Charles Darwin University, Darwin, NT 0909, Australia
Jurnal International Business Review. 13 (2004) p.485 – 502
Abstraksi Berawal dari kerangka kontingensi, makalah ini mencoba untuk memberikan kontribusi terhadap literatur yang meneliti faktor dan konsekuensidari ukuran kinerja.  Secara umum,penelitian iniuntuk mengetahui pilihan ukuran kinerja dalam hubungan antara : (a)prioritas strategis dan kinerja dan (b) ketidakpastian lingkungan dan kinerja.Dua hipotesis yang dikembangkan secara umum menyelidiki hubungan, prediksi, timbale balik,hubungan positif antara strategi bisnis unit dan kinerja terhadap manajemen melalui pilihan pengukuran kinerja non financial (H1) dan hubungan yang positifantara ketidakpastian lingkungan dan kinerja melalui pilihan manajemen terhadap pengukuran kinerja non finansial
(H2).  Untuk menguji hipotesis ini, digunakan model analasisi jalur pada data survei kuesioner dari 52 perusahaan manufaktur. Seperti dihipotesiskan,hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara  pilihan manajemen strategis dan kinerja melalui tingginya penggunaan pengukuran non keuangan untuk evaluasi kinerja. Di sisi lain, penelitian ini tidak menemukan
bukti hubungan yang signifikan antara ketidakpastian lingkungan dan kinerjamelalui pilihan manajemen melalui pengukuran kinerja non keuangan.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui lebih lanjut penggunaan ukuran non keuangan dalam evaluasi kinerja yang gunakan dalam  : a) Prioritas Strategi dan kinerja organisasi dan b) ketidakpastian lingkungan dan kinerja organisasi.
Implikasi Teori & Review Penelitian Terdahulu Penelitian inibersandar kepada teori ‘kontingensi’ yang berpendapat bahwa strategi bersaing menentukan tingkat ketidakpastian lingkungan, yangpada gilirannyamenentukan langkah-langkah pengukuran kinerja organisasi. Dari bentuk variabel kontingensi yang potensial, penelitian ini membatasikepada pertimbangan strategi dan ketidakpastian lingkungan.

Selanjutnya Penelitian mendasari kepada penelitian empiris dalam pengembangan hipotesisnya, menyangkut :

·         Strategi, pengukuran kinerja dan kinerja organisasi

Govindarajan dan Gupta(1985) yang menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan strategi ‘membangun’ ( tumbuhnya penjualan dan saham ) cenderung lebih menekankan pada penggunaan ukuran  non-keuangan (seperti pengembangan produkbaru, pangsa pasar, penelitian & pengembangan, kepuasan pelanggan) dibanding perusahaan yang berstrategi ‘harvest’ (yang memaksimumkan laba jangka pendek).Demikian pula, Simons (1987) menemukan bahwa perusahaan berstrategi defender cenderung lebih mengandalkan ukuran keuangan seperti anggaran jangka pendek untuk mengkompensasi manajer mereka. Ittner et al. (1997) juga menemukan bahwa secara relative titik berat pengukuran non finansial lebih besar digunakan  di perusahaan dengan orientasi inovasi berstrategi ‘prospektor’ dibandingkan perusahaan dengan strategi ‘defender‘.

Penelitian ini menggunakan unit analisis strategi bisnis unit (SBU) dengan pendekatan tipologi Miles & Snow (1978)dimana  perusahaan prospektor mencari peluang pasar baru dengan menciptakan sesuatu yang mereka anggap keunikan di pasar. Akibatnya, di perusahaan-perusahaan ini tingkatketidakpastiantinggi.  Literatur dalam bidang ini menunjukkan bahwa jika manajemen ingin menekankan efektivitas dalam inovasi, mengembangkan kepuasan pelanggan dan tingkat rate of return yang wajar, sistem akuntansimanajemen dan sistem pengendalian harus dirancang untuk mendukung hal tersebut (Ittner et al, 1997;. Miles & Snow, 1978; Simons, 1987, 1990). Untuk perusahaan jenis strategi prospektor, pengukuran finansial akan mempengaruhi manajer untuk kurang memperhatikan faktor-faktor keberhasilan kritis perusahaan dan kompetitif mendasar seperti harga, kualitas, kehandalan, layanan, kustomisasi,inovasi dan waktu. Pengukuran berfokus seperti ini tentu akan datang dengan mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggan, tingkat keterlibatan staf dalamberkreativitas dan kemampuan perusahaan untuk memproduksi dan memasarkan produk baru. Oleh karena itu, lebih besarpenekanan pada kriteria non-keuangan sebagai bandingan terhadap kriteria keuangan harus lebih utama di perusahaan-perusahaan prospektor daripada di perusahaan defender.

·         Ketidakpastian lingkungan, pengukuran kinerja dan kinerja organisasi.

Penelitian akuntansi yang cukup memberikan bukti empiris untuk mendukung pandangan bahwa ketidakpastian lingkungan secara positif terkait dengan desain sistem pengendalian akuntansi.  Penelitian Mia (1993) didalam reviewnya menyakini bahwa informasi sistem akuntansi manajemen membantu manager agar lebih baik memahami situasi ketidakpastian.

Chenhall dan Morris (1986) juga menunjukkan bahwa di mana tingkat ketidakpastian lingkungan yang relatif tinggi, organisasi cenderung menggunakan informasi sistem akuntansi manajemen (SAM) non-keuangan (dalam lingkup luas), yang dinilai lebih efektifdalam mengatasi ketidakpastian lingkungan eksternal. Penelitian ini sesuai dengan beberapa studi lain, seperti misalnya, Chongand Chong (1997), Gul dan Chia (1994), Hoque dan Hopper (1997), Mia (1993) dan Mia dan Chenhall (1994).Penelitian ini menegaskan bahwa organisasi yang efektif cenderung untuk mengurangi ketergantungan pada ukuran kinerja keuangan dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Penelitian-penelitian ini terutama berfokus pada hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan informasi SAM dan anggaran. Penelitianyang ada saat ini memperluas penelitian dengan ketidakpastian lingkungan yang berkaitan dengan pilihan ukuran kinerja dalam organisasi.

Konsisten dengan penelitian di atas, argumen pada riset adalah bahwa pilihan (atau tipe) pengukuran untuk evaluasi kinerja ditentukan oleh  lingkungan: semakin tinggi ketidakpastian lingkungan yang mempengaruhi kinerja perusahaan berhubungan dengan penekanan lebih besar pada pengukuran non-keuangan dalam evaluasi kinerja. Semakin besar kesulitan yang dihadapi unit bisnis, semakin besar juga ketidakpastian yangdihadapi.

Berdasarkan gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa ada kebutuhan yang lebih besar dalam meningkatkan komunikasi dalam operasi perusahaanpada tingkat ketidakpastian lingkungantinggi. Kebutuhan komunikasi yang lebih besar ditujukan dengan lebihpenggunaanpengukuran non-keuangan sebagai langkah-langkah dalam memberikan manajemen kerangka kerja yang membantu mereka menilai ketidakpastian di berbagai bidang seperti permintaan pasar, kepuasan pelanggan, inovasi, pemasok dan karyawan.

Hipotesis Penelitian H1 : ada hubungan yang positif dan signifikan antara strategi bisnis dan kinerja melalui pilihan manajemen dan penggunaan sistem pengukuran kinerja.

H2 : ada hubungan yang positif dan signifikan antara ketidakpastian lingkungan organisasi dan kinerja melalui pilihan manajemen dan penggunaan sistem pengukuran kinerja

Metodologi Penelitian dan Variabel Penelitian Pengumpulan data menggunakan kuesioner melalui surat kepada 100 CEO secara random sampling pada perusahaan manufaktur di Selandia Baru yang berasal dari data New Zealand Business Who’s Who edisi tahun 1994. Kriteria sampel utama yang digunakan adalah perusahaan yang memiliki minimal 100 orang karyawan. Tingkat partisipasi atas kuesioner yang kembali sebanyak 52%.Pengukuran Variabel :

Strategi bisnis : mengunakan pengukuran terhadap 2 pilihan strategi yang ekstrim yaitu : prospector dan defender (Miles & Snow. 1978). Responden diberikan gambaran tentang pilihan strategi yang menekankan tingkat derajat dari perusahaan kepada penggunaan strateginya selama 3 tahun terakhir. Pengukuran menggunakan skala Likert : 1 (defender ) s/d 5 (prospector). Sama yang digunakan oleh penelitian Chenhall dan Langfield smith (1998) dan Ittner et al (1997).

Ketidakpastian Lingkungan : penelitian ini menggunakan 8 item ketidakpastian lingkungan yaitu : (1) tindakan pemasok, (2) keinginan pelanggan, selera dan preferensi, (3) kegiatan pasar pesaing, (4) diregulasi dan globalisasi, (5) aturan pemerintah, (6) lingkungan ekonomi, (7) hubungan industrial, (8) teknologi produksi dan teknologi informasi. Sama yang digunakan oleh penelitian Gordon dan Narayanan (1984) dan Govindarajan (1984). Responden diberikan pertanyaan dengan 5 skala likert : 1 (dapat diprediksi) s/d 5 (sangat tidak dapat diprediksi).

Pilihan Manajemen dan penggunaan Pengukuran Non Keuangan : Penelitian ini menggunakan 13 item pengukuran kinerja non keuangan, mengikuti penelitian sebelumnya (Abernethy & Lilis 1995; Ittner et al 1997; Kaplan & Norton 1996; Lynch & Cross 1991, dan Perera et al 1997. 13 item tersebut menyangkut :

1)      Efisiensi atau produktifitas penggunaan tenaga kerja dan bahan baku.

2)      Proses improvisasi dan re engenering.

3)      Pengantar produk baru

4)      Pelatihan & pengembangan karyawan

5)      Kepuasan pelanggan

6)      Pengiriman yang tepat waktu

7)      Hubungan dengan pemasok

8)      Hubungan ditempat kerja

9)      Keselamatan dan kesehatan kerja

10)  Pangsa pasar

11)  Jaminan biaya perbaikan

12)   Respon waktu terhadap pelanggan

13)  Kepuasan karyawan

Ke  13 item ini diukur dengan menggunakan skala likert ( 1 s/d 5), 1( perhatiannya kecil) s/d 5 (perhatiannya besar)

Kinerja Organisasi : Kinerja organisasi diukur menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Govindarajan (1984), yang kemudian digunakan juga oleh Albernethy&Gutrie (1994), Albernethy&Stoelwinder  (1991), Chenhall & Langfield-Smith (1998); Chong & Chong ( 1997) dan Govindarajan & Gupta (1985).

Model penelitian
Alat Uji Hipotesisi Menggunakan pendekatan statistic deskriptif, koefesien korelasi pearson dan regresi berganda. Model regresi yang digunakan :
Hasil Penelitian Hipotesis 1 hipotesisnyaadalah pengaruh tidak langsung dari prioritas strategis (X1) terhadap kinerja organisasi (X4) yang melalui penggunaan pengukuran non-keuangan (X3). Hasil yang disajikan menunjukkan korelasi nol-order koefisien positif
antara prioritas strategis dan kinerja organisasi (R14 ¼ 0:31, p <0:05).Korelasi yang diamati terdiri dari efek langsung positif tetapi tidak signifikanantara prioritas strategis dan kinerja organisasi (P41 ¼ 0:03, ns) ditambahpengaruh tidak langsung yang signifikan (p42r12 Þ ¼ p43r13 0:27, p <0:05) prioritas strategis
pada kinerja organisasi melalui pengukuran kinerja non-keuangan, oleh karena itu, H1 diterima.

Hipotesis 2 hipotesisnya adalah pengaruh tidak langsung ketidakpastian lingkungan (X2)pada organisasi (X4) melalui ukuran kinerja non-keuangan(X3). Hasil pengujian sehubungan dengan hipotesis inimenunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
ketidakpastian lingkungan dan kinerja organisasi (R34 ¼ 0:001, ns).
Korelasi yang diamati terdiri dari pengaruh langsung tidak signifikan dariketidakpastian lingkungan pada kinerja (p42 ¼ 0:001, ns) ditambah signifikan pada pengaruh tidak langsung (p41r12 Þ ¼ p43r23 00:02, ns) dari ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja yang melalui penggunaan ukuran kinerja non-keuangan. Oleh karena itu, tidak memberikan dukungan terhadap Hipotesis 2, dimana H2 ditolak.

Kesimpulan & Temuan Penelitian inibertujuan untuk meneliti hubungan antara strategi bisnis perusahaan, lingkunganeksternal, penggunaan langkah-langkah dalam evaluasi kinerja, dan kinerja organisasimelalui penelitian survei dari 52 perusahaan manufaktur di Selandia Baru.
Seperti yang diharapkan, hasil menunjukkan tidak ada hubungan langsung antara unit bisnisstrategi dan kinerja organisasi. Sebaliknya, hubungan antaradua variabel muncul secara signifikan tidak langsung, sebagaimana hipotesis. Hasil signifikan dan positif ditemukan dalam hubungan antara strategi dan penggunaan manajemen terhadap pengukuran non finansialterhadap evaluasi kinerja. Hasil ini menunjukkanbahwa strategi unit bisnis adalah suatu pendahuluan penting dari evaluasi kinerja, desain sistem dan penggunaan pengukuran non-keuangan adalah penting bagi kinerja organisasi. Bukti ini konsisten dengan pandangan bahwakesesuaian dengan prioritas strategis dan pilihan pengukuran kinerjadalam evaluasi kinerja sangat penting untuk meningkatkan kinerja organisasi (Govindarajan & Gupta, 1985; Ittner et al, 1997;. Lynch & Cross,1991; Simons, 1987, 1995).

Sebaliknya, hasil pengujian path model tidak memberikan dukungan untuk hipotesis hubungan positif antara ketidakpastian lingkungan dan kinerja organisasi melalui penggunaan ukuran kinerja non-keuangan.
Bukti ini tidak konsisten dengan pandangan bahwa ketika perusahaan mengalami kesulitan dalam meramalkan kejadian masa depan, ketergantungan lebih besar terhadap penggunaan indikator
non-keuangan dalam evaluasi kinerja perusahaan. Selain itu,
hubungan signifikan antara ketidakpastian lingkungan, ukuran kinerjadan kinerja organisasi tidak membenarkan temuan studi yang adadalam hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan desain MAS (Chenhall &Morris, 1986; Chong & Chong, 1997; Gordon & Naryanan, 1984; Ezzamel, 1990;Govindarajan, 1984; Gul & Chia, 1994; Mia, 1993).

Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan penelitian ini adalah :

Pertama,penelitian ini menggunakan versi modifikasi dari ketidakpastian lingkungan, berasal dariawal teori kontijensi serta dari literatur saat ini. Misalnya, dalammemperbarui dua instrumen awal ketidakpastian lingkungan (Gordon &Naryanan, 1984; Govindarajan, 1984), terdiri dari dua variabel baru dalam membangun,deregulasi dan globalisasi dan hubungan industrial.

Kedua, kinerja organisasi diukur menggunakan kuesionerdengan meminta responden untuk menilaidiri dari kinerja organisasi mereka, penilaian diri sendiri inidimungkinterjadinya bias dalam mengukur kinerja. Dalam studi ini kebanyakan perusahaan tidaktercatat di Bursa Efek Selandia Baru, sehingga data kinerja aktual tidak tersedia dari sumber publik.

Ketiga, setiap generalisasi hasil penelitian untuk organisasi manufaktur memerlukan  kehati-hatian. Berbagai dimensi dan pengaruh relatif kemungkinan dapat dieksplorasidengan studi kasus.

Keempat, penelitian ini hanya dibatasidi Selandia Baru;
ada kemungkinan bahwa perusahaan-perusahaan di Negara lain berbedadengan di Selandia Baru. Ini mungkin demikian karena ukuran ekonomi Selandia Baru,sifat persaingan pasar, hukum dan peraturan, hambatan dan kebijakan atau struktur ekonomiyang mungkin berbeda antara negara.

Riset Selanjutnya Penelitian selanjutnya mungkindapat dirancang untukmembandingkan temuan dalam studi ini dengan temuan-temuan yang berkaitan denganperusahaan di negara lain. Akhirnya, temuan penelitian ini adalah bergantungwaktu, oleh karena itu sebuah studi longitudinal dalam setting yang berbeda dengan menggunakan metodologi yang lebih ‘softer’(misalnya studi kasus) dapat memberikan perhatian yang khusus tentang masalah yang ada dalam studi ini.
TELAAH KRITIS  Penelitian diatas mendiskripsikan tentang …….dst.

Sumber : https://azkhastores.wordpress.com/2013/11/10/contoh-review-jurnal-2/